Prospek Kakao Internasional

data | 21.02 |

Bagaimana prospek komoditas kakao di tahun 2019? Akankah kakao melanjutkan trend bullish-nya?

Tahukah kamu bahwa coklat yang kita konsumsi berbahan baku “biji kakao”. Pada tahun 2018 lalu, komoditas kakao mengalami kenaikan 24% yoy (dibandingkan tahun sebelumnya). Bagaimana dengan tahun 2019?


Profil Kakao
Tentunya Anda tidak asing lagi dengan si manis, coklat. Dalam keseharian, coklat dapat ditemukan dalam berbagai produk olahan seperti kue, coklat batangan, permen, minuman, dan sebagainya.

Tidak hanya rasa dan aroma yang nikmat, tetap coklat juga memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan serta mengandung kafein yang dapat membuat pikiran lebih rileks.
Coklat berasal dari bahan dasar kakao yang merupakan biji buah tanaman kakao (Theobroma cacao L). Biji kakao yang digunakan telah melalui proses fermentasi dan pengeringan sebelum diproses menjadi berbagai produk.

Negara Produsen Terbesar di Dunia
Berdasarkan Organisasi Kakao Internasional (ICCO) diperkirakan jumlah produksi biji kakao di tahun 2017-2018 mencapai 4.645.000 ton secara global.

Tanaman kakao ditemui di negara beriklim tropis. Beberapa negaraprodusen terbesar di dunia didominasi oleh negara di Afrika Barat seperti Ghana, Nigeria, Indonesia, Pantai Gading, Brazil, dan sebagainya.

Sebagian besar hasil kakao di Indonesia diekspor ke Eropa. Sedangkan Swiss merupakan negara dengan tingkat konsumsi cokelat tertinggi di dunia.

Berdasarkan data tahun 2017, tiap warga Swiss mengkonsumsi sekitar 8,8 kg coklat per tahun. Diperkirakan sejumlah 36% produk coklat yang dihasilkan di dunia berasal dari Eropa Barat.

Permintaan Kakao
Produk olahan kakao yaitu coklat merupakan makanan favorit masyarakat di seluruh dunia. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, semua menyukai olahan coklat.
Swiss adalah negara yang mengkonsumsi coklat nomor 1 di dunia. Diikuti oleh Belanda yang warga negaranya mengkonsumsi kira-kira 5 kg coklat per tahun.

Dalam beberapa tahun terakhir bahkan tingkat konsumsi coklat di negara berkembang juga meningkat misalnya di Tiongkok, India, dan Indonesia yang konsumsinya mencapai 0,5 kg per kapita.

Hal ini menjadi indikasi prospek cerah dari peningkatan permintaan kakao dari negara berkembang di masa depan. Di tahun 2018 ini terjadi kenaikan impor produk coklat di Tiongkok sebesar 16% dan 2% di Indonesia.

Jumlah kakao yang digiling di Asia juga meningkat, yaitu sebesar 8,4% yoy. Peningkatan jumlah penduduk di negara berkembang mendorong semakin banyaknya masyarakat yang mencari kenikmatan dari camilan coklat
Bahkan produk olahan coklat juga menggantikan makanan tradisional di India dan Tiongkok mengingat berkembangnya inovasi produk pangan.

Meski demikian permintaan di Eropa tetap tinggi walaupun pertumbuhan permintaannya tidak sepesat di Asia. Contohnya di Eropa Barat, jumlah kakao yang digiling meningkat sebesar 5% yoy.

Namun di Amerika Serikat jumlah impor kakao turun 23% yoy. Hal ini yang perlu diantisipasi karena mengurangi optimisme pasar kakao dunia.

Supply Kakao
Afrika merupakan benua penghasil kakao terbesar di dunia bahkan mencakup 70% supply kakao. Pada beberapa tahun terakhir, terjadi cuaca buruk pada perkebunan kakao di Afrika sehingga menurunkan hasil panen kakao.

Proses penanaman pohon kakao hingga panen membutuhkan waktu 3 tahun. Cukup lama bukan?
Selain faktor cuaca, hasil panen juga dapat terganggu oleh serangan penyakit tanaman, penuaan pohon kakao, dan tekanan geopolitik. Diperkirakan pertumbuhan produksi kakao dunia akan mengalami stagnansi.

Volatilitas Harga Kakao
Hingga pertengahan tahun 2018, kakao sempat mengalami kenaikan hingga 55%. Namun kenaikan harga ini menurun hingga tersisa kenaikan 24% pada penutupan tahun 2018.
Selain faktor internal, harga kakao global juga menjadi fluktuatif karena berbagai faktor eksternal. Harga kakao di Eropa menjadi tidak menentu karena terpengaruh kebijakan politik terhadap Brexit.

Hal ini menyebabkan GBP melemah terhadap EUR dan USD. Volatilitas terhadap GBP ini menghadirkan ketidakpastian sehingga mengakibatkan kenaikan harga kakao.

Selain pengaruh berita politik Brexit, harga kakao juga dipengaruhi oleh kebijakan Bank Sentral Amerika terkait kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga menyebabkan menguatnya USD.

Semakin menguatnya USD akan berbanding terbalik dengan harga kakao yang menjadi turun. Di samping faktor-faktor di atas, spekulasi juga berpengaruh terhadap volatilitas dan arah harga kakao.

Namun meski harga komoditas kakao fluktuatif, pengaruh ini tidak berdampak langsung pada konsumen retail. Sehingga tidak perlu khawatir bila hal ini akan membuat kenaikan harga pada segelas coklat atau kue favorit Anda.

Para produsen produk olahan coklat mengantisipasi fluktuasi harga melalui strategi lindung asset/hedging.

Kesimpulan
Sama seperti komoditas lainnya, pembentukan harga kakao diperoleh dari interaksi supply dan demand. Ketika supply tinggi, maka harga turun. Berlaku pula sebaliknya, saat supply rendah maka harga naik.

Dengan kondisi saat ini, diperkirakan produksi panen kakao akan mengalami stagnansi karena faktor cuaca, usia tanaman kakao, dan kebijakan geopolitik.

Sedangkan permintaan meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan konsumsi coklat yang rutin pada berbagai perayaan tahunan serta inovasi pada produk pangan olahan coklat.


Sumber : Finansialku.com

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

Category: