Klon-klon Unggul Kakao

data | 22.56 |

DCC-Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan nasional dan sumber pendapatan rakyat, serta penerimaan negara yang cukup penting. Kedepan, peran komoditi kakao akan semakin ditingkatkan, dan oleh karena itu perlu upaya-upaya sistemik untuk mendukung pengembangan kondisi ini, termasuk juga peningkatan daya saing dapat dicapai melalui upaya peningkatan produktivitas dan mutu hasil serta efesiensi ditingkat on farm.

Klon Unggul Kakao
Klon-klon unggul kakao merupakan hasil pemuliaan yang dilakukan secara periodik dan berkesinambungan dari suatu material genetik. Kriteria seleksi bahan tanam pada program pemuliaan adalah daya hasil tinggi (> 2 ton/ha/tahun), komponen hasil dan mutu hasil sesuai permintaan konsumen dan produsen yaitu :
-     Jumlah biji per tongkol rata – rata > 30.
-     Berat per biji kering ≥ 1 gram.
-     Rendemen (nisbah biji kering terhadap biji segar berlendir) > 30%.
-     Kadar lemak > 50 %.
-     Kadar kulit ari < 12 %.
-     Untuk kakao mulia mempunyai sifat biji segar berwarna putih > 90 %.
-     Ketahanan terhadap hama dan penyakit utama antara lain hama penghisap tunas dan buah (Helopeltis sp), hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit busuk buah (Phytophtora palmivora).

Klon-klon unggul yang dihasilkan merupakan klon unggul Indonesia dapat digolongkan menjadi :
1.  Klon unggul kakao generasi pertama (dihasilkan sebelum Tahun 1973).
Klon unggul kakao generasi pertama adalah 24 seri klon DR diantaranya DR1, DR2, dan DR 38 yang sampai sekarang menjadi klon andalan kakao mulia di Indonesia dengan produktivitas 1.500 kg per ha per tahun. Klon tersebut merupakan persilangan alami antara Java criollo dengan Forastero dari Venezuela menghasilkan Hibrid Trinitario di Kebun Djatiroenggo.

2.  Klon unggul kakao generasi kedua (dihasilkan Tahun 1973 – 1998).
-     Klon DRC 16 dengan produksi 1.735 kg/ha/tahun, tahan terhadap penyakit busuk buah (Phytopthora palmivora) moderat terhadap hama Helopeltis dan jumlah biji putih > 90%.
-     Klon GC 7 produksi tinggi (2.035 kg/ha/tahun), moderat terhadap hama Helopeltis.
-     Klon ICS 13 merupakan hasil seleksi di Trinidad yang diintroduksikan di Indonesia. Produksi 1.827 kg/ha/tahun, moderat terhadap hama helopeltis. Selanjutnya klon ICS 60, UIT 1, TSH 858, Pa 300, NW 6267, NIC 7, GC 29 (GS 29), Pa 191, Pa 4, Pa 310, RCC 70, RCC 71, dan RCC 72.

3.  Klon unggul kakao generasi ketiga (dihasilkan sesudah tahun 1998). Klon yang dihasilkan adalah :
-     Klon ICCRI 01 dengan produktivitas 2,51 ton per ha.
-     Klon ICCRI 02 dengan produktivitas 2,34 ton per ha.
-     Klon ICCRI 03 dengan produktivitas 2,09 ton per ha.
-     Klon ICCRI 04 dengan produktivitas 2,06 ton per ha.


Pemurnian Klon

Klonalisasi memerlukan entres sebagai calon batang atas. Penggunaan entres yang tidak murni akan menghasilkan pertanaman yang produktivitas maupun kualitasnya sangat beragam.  Hal tersebut menyebabkan kerugian jangka panjang yang sangat besar.  Sehubungan dengan itu, maka kebun entres yang baik dan murni merupakan hal yang sangat perlu diwujudkan.  Untuk mengetahui kemurnian kebun entres ataupun pertanaman di lapangan diperlukan pengetahuan tentang ciri-ciri untuk identifikasi klon. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakmurnian klon di kebun entres antara lain :
Di tempat asalnya pada saat prosesing entres yaitu pada saat pengambilan, pelabelan, dan pengepakan entres, atau di tempat penerimaan pada saat pembongkaran kemasan entres ketika akan diokulasi/disambung.
Terjadi di pembibitan karena keteledoran saat okulasi yang salah menempelkan bahan tanam (mata entres), atau saat okulasi menempelkan mata batang bawahnya, sehingga yang tumbuh adalah tanaman semai-okulasi.
Terjadi di lapangan biasanya ketika membawa bibit tanaman dari pembibitan ke tempat/larikan di lapangan, yaitu salah menempatkan bibit ke lubang tanam yang bukan tempat/larikannya.
Tanaman klonal kalah persaingan tumbuhnya sehingga terubusan batang bawah yang tumbuh menjadi tanaman semai (zailing/seedling), atau apabila pekebun menyulam tanaman dengan cara okulasi di lapangan, sehingga okulasinya tidak jadi tetapi yang tumbuh adalah terubusan batang bawahnya. Oleh karena itu terjadi tanaman palsu di berbagai larikan secara sporadis.
Pemurnian klon di kebun entres sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Pemurnian klon harus dilakukan sejak di pembibitan, maupun di kebun entres ketika bibit sudah ditanam di kebun entres. Jadi pemurnian dilakukan pada fase bibit, fase berbunga, dan fase dewasa, sehingga kebun entres akan terjaga kemurniannya. Agar kemurnian tetap dipelihara maka perhatian yang kusus harus dilakukan, baik itu berupa penandaan kebun maupun dengan tidak mencampur tanaman kakao dengan varietas lain, sehingga klon-klon tertentu dapat tetap terpelihara.

http://ditjenbun.deptan.go.id/

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

Category: