Biaya Masuk Import Kakao akan dicabut

COCOA CLINIC | 00.18 |

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Meningkatnya investasi pengolahan biji kakao  di tengah merosotnya produksi jelas menimbulkan persoalan. Ada potensi kita kekurangan pasokan biji kakao. Itu pula yang menelurkan rencana pemerintah mencabut bea masuk atas impor kakao.

Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, industri hilir kakao nasional terus meningkat. Namun, peningkatan industri ini tak didukung oleh ketersediaan bahan baku yang cukup. Makanya, "Kami sedang pikirkan rencana pembebasan bea masuk (untuk biji kakao)," ujarnya, Rabu (12/2).

Selama ini, pemerintah menerapkan bea masuk untuk impor biji kakao sebesar 5% untuk melindungi petani  produksi petani lokal sekaligus harga jualnya. Impor biji kakao yang bebas dari bea masuk bisa memukul harga panen biji kakao petani lokal.

Namun, di tengah meningkatnya permintaan biji kakao membuat pemerintah berpikir ulang. Apalagi sudah ada proyeksi akan terjadi kekurangan biji kakao jika industri pengolahan kakao nasional beroperasi dengan kapasitas penuh dalam dua tahun ke depan.

Saat ini, total kapasitas terpasang dari perusahaan pengolahan biji kakao dalam negeri, termasuk kapasitas terpasang perusahaan yang mati suri mencapai 850.000 ton per tahun.

Sementara, produksi kakao nasional terus merosot dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2010 produksi kakao nasional 837.918 ton, dan turun menjadi 712.231 ton pada 2011. Bahkan, Asosiasi Kakao Indonesia menyebutkan, tahun lalu produksi kakao lokal hanya 450.000 ton dan diproyeksikan kembali susut menjadi 425.000 ton pada 2014.

Salah satu penyebab turunnya produksi kakao nasional adalah melorotnya produktivitas kakao akibat usia tanaman yang sudah tua. Pada 2009, produktivitas kakao masih sekitar 822 kilogram (kg) per hektare (ha) dan melorot menjadi 739 kg per ha pada 2012.

Kekhawatiran akan minimnya suplai benih biji kakao semakin tinggi setelah program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) yang berlangsung sejak 2009 selesai pada 2013. Program Gernas kakao hanya menjangkau 30% lahan atau 450.000 ha dari total lahan kakao nasional 1,7 juta ha.Hanya hasilnya belum tampak. Padahal,  kakao menjadi salah satu komoditas andalan ekspor.

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) bilang,  kebijakan pencabutan bea masuk impor kakao akan membantu industri pengolahan karena kekurangan pasokan kakao. "Apalagi, ke depan industri pengolahan akan terus berkembang," jelas Sindra, kepada KONTAN, Kamis (13/2).

Menurut Sindra, kebutuhan biji kakao industri pengolahan sekitar 500.000 ton per tahun. Jumlah ini akan naik jadi 600.000 ton pada 2015 seiring bertambahnya kapasitas industri olahan.

Namun, pembebasan bea masuk kakao tentu akan menyebabkan produksi kakao lokal kian tergerus. Untuk itu, pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan mencabut bea masuk impor. Jamak terjadi, dibukanya keran ekspor akan membuat harga komoditas lokal terjungkal. 

Kebijakan ideal sudah barang tentu harus melakukan revitalisasi besar-besaran atas produksi kakao. Pemerintah harus mendorong petani meningkatkan produksinya. Maka itu, pemerintah mestinya melanjutkan program Gerakan Nasional Kakao yang selesai tahun lalu. Pasalnya, program itu baru menyentuh sekitar 30% dari total lahan kakao nasional. Akibatnya, peningkatan produksi kakao belum maksimal *
Editor: Lodie_Tombeg
Sumber: Kontan   

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

Category: